Tournesia Blog - Menuangkan Pengalaman Kedalam Tulisan
  • Home
  • Index
  • Berita
  • Wisata
  • Kuliner
  • Penginapan
  • Layanan
    • Paket Wisata
    • Open Trip
No Result
View All Result
  • Home
  • Index
  • Berita
  • Wisata
  • Kuliner
  • Penginapan
  • Layanan
    • Paket Wisata
    • Open Trip
No Result
View All Result
Tournesia Blog - Menuangkan Pengalaman Kedalam Tulisan
No Result
View All Result
Home Berita

Agama Suku Baduy : Harmoni Dengan Alam dan Leluhur

admin_tournesia by admin_tournesia
23/07/2025
in Berita
3.9k 0
0
Agama Suku Baduy

Agama Suku Baduy

127
SHARES
9.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Agama Suku Baduy berlandaskan pada sebuah sistem kepercayaan asli masyarakat Sunda kuno yang dikenal sebagai Sunda Wiwitan. Kepercayaan ini berkembang secara mandiri dan bersifat endogen, artinya tidak dipengaruhi oleh agama-agama besar dari luar Nusantara. Sunda Wiwitan bukan hanya sebatas keyakinan spiritual, melainkan mencerminkan pandangan hidup yang menyatu dengan tatanan sosial, alam, dan budaya masyarakat Baduy. Dalam pandangan ini, hidup bukan untuk dikuasai, tetapi dijalani secara seimbang dan selaras dengan alam semesta.

Sunda Wiwitan memiliki struktur nilai yang kompleks, meskipun tidak mengenal kitab suci tertulis maupun lembaga keagamaan formal. Nilai-nilai ajaran leluhur dalam masyarakat Baduy diturunkan secara turun-temurun melalui cerita dan petuah yang disampaikan langsung oleh para sesepuh adat kepada generasi berikutnya. Esensi kepercayaannya mencakup pemahaman bahwa alam bukan hanya lingkungan fisik, melainkan ruang spiritual yang dihuni oleh kekuatan-kekuatan suci. Oleh karena itu, menghormati gunung, sungai, pohon, dan tanah bukan sekadar simbol budaya, melainkan manifestasi keimanan yang mendalam.

Falsafah utama dari Sunda Wiwitan menekankan keseimbangan antara batin manusia dan alam sekitar. Keseimbangan ini dijaga melalui larangan-larangan adat, ritual pemurnian diri, dan cara hidup yang penuh kesadaran. Tak ada konsep misionaris dalam Sunda Wiwitan; artinya, kepercayaan ini tidak menyebarkan ajarannya secara aktif ke luar komunitas, melainkan dijaga dalam lingkup terbatas sebagai warisan sakral. Keaslian inilah yang membuatnya bertahan secara otentik, menjadi identitas spiritual yang tak lekang oleh zaman di tengah terpaan pengaruh global.

Tuhan Dalam Agama Suku Baduy Sang Hyang Kersa

Tuhan Dalam Agama Suku Baduy Sang Hyang Kersa

Dalam struktur kepercayaan Sunda Wiwitan yang dianut oleh masyarakat Baduy, konsep ketuhanan terpusat pada satu entitas spiritual tertinggi yang disebut Sang Hyang Kersa, yang berarti “Yang Maha Berkehendak”. Sang Hyang Kersa diyakini sebagai sumber dari segala ciptaan, pengatur tatanan kosmos, serta penguasa mutlak atas kehidupan dan kematian. Setiap kejadian di alam semesta, baik besar maupun kecil, diyakini tidak lepas dari kehendak dan kuasa Sang Hyang Kersa sebagai pengatur kehidupan. Keyakinan ini menjadi pondasi metafisis yang membentuk cara pandang masyarakat Baduy terhadap eksistensi.

Sang Hyang Kersa tidak memiliki representasi visual, simbol, atau bentuk fisik apa pun. Dalam pandangan spiritual masyarakat Baduy, Tuhan adalah entitas yang tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia dan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata atau digambarkan melalui benda. Karena itulah, masyarakat tidak membuat patung, lukisan, atau altar sebagai media ibadah. Sebaliknya, hubungan dengan Sang Hyang Kersa dijalin melalui ketaatan terhadap hukum adat, perilaku etis, dan penghormatan terhadap alam sebagai ciptaan-Nya.

Pusat keberadaan Sang Hyang Kersa dipercaya berada di tempat suci yang disebut Bumi Ageung atau Buana Nyungcung, yaitu alam tertinggi yang tidak bisa dijangkau manusia biasa. Dalam praktik spiritual sehari-hari, masyarakat Baduy tidak berdoa secara eksplisit seperti dalam agama formal, namun lebih menekankan pada tindakan nyata yang mencerminkan penghormatan terhadap kehendak ilahi. Mereka meyakini bahwa setiap langkah yang sesuai adat adalah bentuk ibadah kepada Sang Hyang Kersa. Kepercayaan ini menciptakan ikatan batin yang kuat antara manusia, semesta, dan kekuatan tak terlihat yang menjaga harmoni kehidupan.

Tempat Suci dan Pusat Ibadah Sasaka Pusaka Buana

Tempat Suci dan Pusat Ibadah Sasaka Pusaka Buana

Dalam struktur kepercayaan masyarakat Baduy, terdapat satu titik pusat spiritual yang memiliki makna sangat mendalam dan sakral, yaitu Sasaka Pusaka Buana. Tempat ini tidak hanya dianggap sebagai situs ibadah utama, tetapi juga dipercaya sebagai pusat kosmos atau poros dunia dalam sistem kepercayaan Sunda Wiwitan. Lokasinya berada di wilayah Baduy Dalam, tepatnya di desa Cibeo, dan menjadi kawasan yang sangat dilindungi oleh masyarakat adat.

Sasaka Pusaka Buana memiliki kedudukan simbolis sebagai titik pertemuan antara dunia manusia dan dimensi spiritual tertinggi. Di sinilah segala aktivitas keagamaan yang paling penting dilakukan, termasuk berbagai ritual tahunan yang bersifat sakral dan hanya bisa dilakukan oleh pemuka adat seperti Pu’un, serta orang-orang yang telah memenuhi syarat adat tertentu. Kawasan ini dijaga dengan aturan ketat dan tidak boleh dimasuki sembarangan, bahkan oleh orang Baduy sendiri yang tidak mendapat izin khusus.

Bangunan di kawasan Sasaka Pusaka Buana dibangun tanpa paku, semen, atau bahan bangunan modern. Semua dibentuk secara tradisional menggunakan kayu, bambu, dan ijuk, sebagai wujud penghormatan terhadap kesucian tempat tersebut. Tidak ada ornamen mencolok atau benda-benda pemujaan, karena tempat ini bukan untuk ritual persembahan benda, melainkan sebagai pusat penjagaan energi spiritual leluhur.

Nesian Trippers yang ingin mengetahui tempat ini harus memahami bahwa akses fisik ke dalamnya sangat terbatas. Namun, nilai-nilai yang terkandung dalam keberadaan Sasaka Pusaka Buana tercermin dalam seluruh cara hidup masyarakat Baduy, menjadikannya bukan sekadar tempat, tapi simbol kesatuan antara manusia, alam, dan kekuatan ilahi yang mereka yakini.

Peran Pu’un Dalam Kehidupan Agama Suku Baduy

Peran Pu’un Dalam Kehidupan Agama Suku Baduy

Dalam struktur sosial Agama Suku Baduy, kedudukan Pu’un berada di puncak hierarki sebagai figur pemegang otoritas utama dalam aspek spiritual, adat istiadat, dan pedoman moral warga. Ia bukan hanya pemimpin agama dalam konteks Sunda Wiwitan, tetapi juga dianggap sebagai penerus langsung dari garis leluhur yang membawa warisan suci dan tak boleh dilanggar. Pu’un tidak dipilih melalui sistem pemungutan suara atau kekuasaan duniawi, melainkan melalui proses spiritual yang panjang dan penuh pertimbangan adat. Biasanya, posisi ini diwariskan dalam garis keluarga tertentu, tetapi tetap bergantung pada kematangan spiritual dan kemampuan menjaga keseimbangan kosmis.

Peran Pu’un sangat kompleks dan mencakup berbagai fungsi penting. Pu’un memiliki peran sentral sebagai jembatan spiritual antara masyarakat dengan kekuatan ilahi, menjaga keaslian ajaran Sunda Wiwitan serta menata hubungan seimbang antara manusia, alam semesta, dan entitas metafisik. Dalam kehidupan sehari-hari, Pu’un memberikan nasihat, menentukan waktu pelaksanaan ritual, serta mengambil keputusan terhadap pelanggaran adat yang bersifat berat.

Salah satu tugas utama Pu’un adalah memimpin upacara-upacara sakral seperti Kawalu, Ngaseuk, dan Seba, yang memiliki makna simbolis tinggi dalam menjaga keseimbangan spiritual komunitas. Ia adalah satu-satunya figur yang diberikan hak penuh untuk memasuki kawasan paling sakral bernama Sasaka Pusaka Buana, tanpa larangan atau syarat apa pun. Keberadaannya dianggap sebagai benteng terakhir dari kelestarian nilai-nilai luhur masyarakat Baduy.

Karena otoritasnya sangat tinggi, semua keputusan Pu’un tidak boleh dibantah. Ia dihormati bukan karena kekuasaan, tetapi karena kebijaksanaan dan kesuciannya yang dianggap sebagai wakil spiritual tertinggi dalam komunitas adat Kanekes.

Upacara Agama Suku Baduy Dalam Tradisi

Upacara Keagamaan Dalam Tradisi Baduy

Dalam struktur spiritual masyarakat Baduy, upacara keagamaan memegang peranan sangat penting sebagai bentuk aktualisasi ajaran Sunda Wiwitan. Berbeda dari praktik keagamaan umum yang mengandalkan doa-doa verbal atau peribadatan di rumah ibadah, ritual dalam kepercayaan Baduy lebih bersifat kolektif, simbolis, dan terhubung langsung dengan siklus alam. Setiap upacara yang dijalankan memiliki nilai spiritual yang tinggi serta fungsi sosial yang memperkuat harmoni antarwarga dan antara manusia dengan alam semesta.

Salah satu bentuk upacara utama adalah Kawalu, yakni masa puasa spiritual selama tiga bulan yang dijalani oleh masyarakat Baduy Dalam. Pada masa ini, seluruh aktivitas masyarakat menjadi lebih tenang, introspektif, dan tertutup dari dunia luar. Tidak diperkenankan ada wisatawan atau tamu datang karena warga sedang dalam periode penyucian batin dan menjaga kesunyian.

Selain itu, terdapat upacara Ngaseuk yang menandai awal masa tanam. Dalam ritual ini, masyarakat memohon berkah kepada Sang Hyang Kersa agar hasil pertanian mereka subur dan bebas dari gangguan alam. Setiap upacara adat dilaksanakan secara kolektif oleh warga komunitas dan selalu berada di bawah arahan langsung tokoh adat yang disegani.

Kemudian ada Seba, yaitu tradisi kunjungan warga Baduy kepada pemerintah daerah sebagai bentuk simbolik “penyerahan hasil bumi” dan bentuk komunikasi spiritual kepada pemimpin administratif di luar. Seba tidak hanya mencerminkan hubungan diplomatis, tetapi juga bentuk penghormatan budaya terhadap pihak luar sebagai wakil kosmis yang diakui.

Setiap upacara selalu dijalankan dengan penuh disiplin dan penghormatan tinggi terhadap aturan adat. Semua prosesi dijaga keasliannya dan tidak pernah dilakukan hanya sebagai tontonan atau pertunjukan budaya semata, melainkan murni sebagai bagian dari ibadah yang sakral.

Aturan Hidup Sebagai Wujud Ibadah Dalam Agama Suku Baduy

Aturan Hidup Sebagai Wujud Ibadah

Bagi masyarakat Baduy, setiap aspek kehidupan sehari-hari merupakan bagian integral dari ibadah. Mereka tidak memisahkan antara kegiatan duniawi dan spiritual, karena keduanya dianggap menyatu dalam satu sistem nilai yang diarahkan untuk menjaga keharmonisan semesta. Pola hidup sederhana yang dijalankan masyarakat Baduy bukan semata-mata bentuk gaya hidup tradisional, tetapi merupakan refleksi nyata dari ketaatan terhadap kehendak Sang Hyang Kersa yang diturunkan melalui adat dan tata aturan turun-temurun.

Salah satu bentuk nyata ibadah dalam keseharian masyarakat Baduy adalah kepatuhan mereka terhadap larangan penggunaan teknologi modern. Di wilayah Baduy Dalam, penggunaan barang elektronik, kendaraan bermotor, bahkan alas kaki, secara mutlak dilarang. Larangan ini bukan hanya sekadar aturan sosial, melainkan diyakini sebagai cara menjaga kesucian tanah tempat tinggal mereka dari gangguan energi luar yang dianggap dapat merusak tatanan spiritual dan ekologis.

Aktivitas pertanian juga dilakukan dengan tata cara khusus yang bersumber dari nilai-nilai adat. Mereka tidak menggunakan pupuk kimia, tidak membajak sawah dengan alat berat, dan tidak menanam secara sembarangan. Semua dilakukan dengan memperhatikan kalender adat dan petunjuk dari pemuka spiritual. Bahkan, hasil panen tidak boleh diperjualbelikan secara bebas karena dianggap sebagai titipan dari alam yang harus dikembalikan sebagian ke bumi melalui ritual tertentu.

Selain itu, dalam interaksi sosial pun berlaku aturan ketat. Berbohong, mencuri, atau bersikap arogan dianggap pelanggaran berat, karena perbuatan tersebut mencemari harmoni yang telah dijaga leluhur. Kepatuhan total terhadap nilai-nilai ini adalah bentuk ibadah paling luhur bagi masyarakat Baduy.

Hukum Dan Etika Dalam Perspektif Kepercayaan

Hukum Dan Etika Dalam Perspektif Kepercayaan

Dalam sistem Agama Suku Baduy, hukum dan etika bukan sekadar aturan yang dibuat untuk mengatur perilaku sosial, melainkan bagian dari mandat spiritual yang wajib dijalankan untuk menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Hyang Kersa. Seluruh sendi kehidupan masyarakat Baduy diatur dan dijalankan berdasarkan serangkaian nilai adat yang disebut pikukuh, sebagai fondasi hukum adat dan etika sosial. Pikukuh merupakan ajaran hidup adat yang diturunkan dari nenek moyang secara verbal, dianggap suci karena bersumber dari petunjuk ilahiah yang dipercaya sebagai wahyu dari alam semesta.

Tidak adanya kitab suci tertulis tidak berarti ajaran mereka bebas interpretasi. Justru sebaliknya, setiap anggota masyarakat memahami secara jelas batas-batas perilaku yang diperbolehkan dan yang dilarang. Etika hidup mereka tertanam sejak kecil melalui pendidikan informal yang dilakukan dalam keluarga dan komunitas. Anak-anak Baduy dibesarkan dengan kesadaran penuh terhadap pentingnya menjaga kejujuran, kerendahan hati, kesopanan, dan rasa tanggung jawab kolektif.

Pelanggaraan terhadap pikukuh dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehendak Sang Hyang Kersa, dan bisa mengakibatkan gangguan pada tatanan kehidupan secara keseluruhan. Sanksi adat bisa berupa teguran keras, dikucilkan dari komunitas, bahkan dalam kasus tertentu diusir secara permanen dari wilayah Baduy. Namun, sanksi tersebut tidak bersifat menghukum dalam arti balas dendam, melainkan bertujuan memulihkan keseimbangan yang terganggu.

Etika dalam masyarakat Baduy juga menekankan pentingnya diam sebagai bentuk kebijaksanaan. Banyak keputusan penting tidak diambil secara tergesa-gesa, melainkan melalui proses kontemplatif yang panjang. Semua ini mencerminkan bahwa etika dan hukum adat mereka merupakan bentuk ibadah tersendiri—jalan spiritual untuk menjaga keharmonisan dunia lahir dan batin.

Relasi Dengan Agama-Agama Resmi

Relasi Dengan Agama-Agama Resmi

Keberadaan Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan inti masyarakat Baduy menempatkan komunitas ini pada posisi unik di tengah sistem keagamaan nasional Indonesia. Meski secara konstitusional Indonesia mengakui enam agama resmi—Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu—kepercayaan seperti Sunda Wiwitan termasuk dalam kategori agama leluhur atau kepercayaan lokal, yang secara administratif masih terus diperjuangkan hak pengakuannya secara penuh. Dalam konteks ini, masyarakat Baduy tetap menjaga identitas spiritualnya tanpa konfrontasi atau benturan terhadap sistem agama formal yang berlaku di luar wilayah adat mereka.

Relasi antara masyarakat Baduy dengan pemeluk agama resmi berlangsung dengan cara yang damai, inklusif, dan penuh toleransi. Di wilayah Baduy Luar, beberapa warga ada yang telah memeluk Islam karena interaksi intensif dengan masyarakat luar. Namun demikian, peralihan keyakinan ini tidak menciptakan konflik horizontal, karena prinsip utama dalam masyarakat Baduy adalah menjaga kerukunan dan tidak mencampuri urusan kepercayaan pribadi seseorang. Mereka mengedepankan nilai “ulah ngaganggu, ulah kaganggu”—tidak mengganggu dan tidak terganggu.

Hal unik lainnya, masyarakat Baduy secara rutin mengadakan prosesi Seba, yakni kunjungan adat kepada pemerintah sebagai bentuk penghargaan, bahkan ketika pejabat yang ditemui berasal dari latar agama resmi negara. Hal ini menandakan bahwa meskipun mereka berpegang teguh pada kepercayaan leluhur, masyarakat Baduy tidak menutup diri terhadap dunia luar. Justru mereka menjunjung tinggi prinsip keseimbangan antara menjaga jati diri spiritual dan hidup berdampingan secara damai dengan keragaman keyakinan yang ada di sekelilingnya.

Keunikan Agama Suku Baduy di Era Modern

Keunikan Agama Suku Baduy di Era Modern

Di tengah gempuran arus modernisasi dan globalisasi yang masif, agama suku Baduy dan kepercayaan masyarakat Suku Baduy tetap berdiri kokoh dengan segala keasliannya. Keunikan agama Suku Baduy di era modern terletak pada kemampuannya untuk bertahan tanpa terpengaruh oleh tren spiritual kontemporer atau sistem religius institusional. Sunda Wiwitan sebagai sistem kepercayaan utama tetap dijalankan secara turun-temurun tanpa perlu disesuaikan dengan zaman, karena prinsip ajarannya berakar pada keselarasan dengan alam, leluhur, dan kesucian batin manusia.

Di tengah arus modernisasi digital yang menyentuh hampir seluruh pelosok, masyarakat Baduy Dalam secara sadar menolak penggunaan teknologi karena dianggap bisa mengganggu ketenangan batin dan kesucian spiritual. Mereka tidak menggunakan listrik, kendaraan bermotor, atau alat komunikasi digital, sebagai bentuk nyata dari laku spiritual yang tidak hanya bersifat ibadah, tetapi juga menjadi ekspresi keimanan sehari-hari. Dalam perspektif mereka, kemajuan teknologi justru bisa menciptakan jarak antara manusia dan alam, serta memperlemah ikatan spiritual dengan Sang Hyang Kersa.

Berbeda halnya dengan masyarakat Baduy Luar yang lebih lentur dalam menyikapi perubahan luar, meski tetap menjaga esensi ajaran dan prinsip spiritual Sunda Wiwitan. Mereka menjembatani interaksi sosial dengan wisatawan atau peneliti, tanpa meleburkan identitas religius mereka. Keunikan ini menjadikan Suku Baduy sebagai contoh nyata bagaimana suatu komunitas adat dapat mempertahankan jati diri spiritual di tengah tekanan modernitas, sekaligus menginspirasi pentingnya keberlangsungan tradisi dalam menghadapi zaman yang terus berubah.

Pentingnya Pelestarian Agama Suku Baduy

Pentingnya Pelestarian Agama Lokal

Pelestarian agama suku Baduy seperti yang dianut tidak hanya penting dari sudut pandang budaya, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam konteks spiritual, ekologis, dan identitas nasional. Kepercayaan terhadap Sunda Wiwitan adalah bagian dari warisan leluhur yang mendalam dan telah hidup jauh sebelum masuknya sistem kepercayaan formal yang diakui secara negara. Ia merepresentasikan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan kekuatan gaib yang dianggap menciptakan dan menjaga keseimbangan semesta. Oleh karena itu, menjaga keberlangsungan agama suku Baduy seperti ini berarti juga menjaga ekosistem nilai dan filosofi yang menyatu dengan kehidupan.

Dalam era globalisasi yang ditandai oleh homogenisasi budaya dan dominasi agama mayoritas, agama lokal kerap terpinggirkan, bahkan tidak diakui secara resmi. Padahal, di balik praktiknya yang sederhana dan bersifat lokal, tersimpan kearifan spiritual yang kontekstual dan relevan dengan keberadaan manusia di lingkungannya. Pelestarian agama suku Baduy menjadi bentuk penghargaan terhadap hak-hak spiritual masyarakat adat serta pengakuan terhadap keragaman kepercayaan yang sah dan hidup dalam tubuh bangsa.

Selain itu, pelestarian ini juga penting dalam membentuk karakter generasi muda masyarakat adat agar tidak tercerabut dari akar nilai-nilai leluhur. Pemerintah, akademisi, serta masyarakat umum perlu berperan aktif dalam memberikan ruang legal, perlindungan sosial, dan dokumentasi komprehensif terhadap praktik-praktik kepercayaan lokal. Tidak kalah penting adalah menumbuhkan kesadaran bahwa pelestarian agama Suku Baduy lokal bukan sekadar menjaga masa lalu, melainkan juga investasi nilai untuk masa depan bangsa yang inklusif, adil, dan berakar kuat pada kebhinekaan spiritual Indonesia.

Tags: BaduySuku Baduy
Plugin Install : Subscribe Push Notification need OneSignal plugin to be installed.
admin_tournesia

admin_tournesia

  • Trending
  • Comments
  • Latest
tiket masuk wisata baduy luar

Tiket Masuk Wisata Baduy Luar Panduan Lengkap Pengunjung

21/01/2025
Keunikan Menginap di Baduy Luar

Solo Backpacker ke Baduy Panduan Perjalanan Berpetualang

21/01/2025
Harga Penginapan di Baduy Luar

Harga Penginapan di Baduy Luar dan Tips Liburan Hemat

21/01/2025
Pulau Dolphin Kepulauan Seribu

Pulau Dolphin Surga Tersembunyi di Gugusan Kepulauan Seribu

15/01/2025
Lampung Panduan Lengkap Wisata Budaya dan Ekonomi

Lampung : Panduan Lengkap Wisata Budaya dan Ekonomi

8
Bandara Tambolaka Sumba

Bandara Tambolaka Sumba Informasi Lengkap dan Update Terbaru

7
Suku Baduy

Pesona Suku Baduy : Harmoni Tradisi di Tengah Modernisasi

6
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Surga Bahari Jakarta

5
Harga Tiket Dieng Culture Festival 2025

Harga Tiket Dieng Culture Festival 2025 : Panduan dan Tips

31/07/2025
Pesona Dieng Culture Festival Tradisi, Alam dan Keunikan

Pesona Dieng Culture Festival : Tradisi, Alam dan Keunikan

31/07/2025
Air Terjun Lapopu Sumba Barat

Menyusuri Keindahan Air Terjun Lapopu di Sumba Barat NTT

30/07/2025
Pantai Ratenggaro Sumba NTT

Keindahan Pantai Ratenggaro Sumba dan Jejak Adat Megalitikum

24/07/2025

Recent News

Harga Tiket Dieng Culture Festival 2025

Harga Tiket Dieng Culture Festival 2025 : Panduan dan Tips

31/07/2025
Pesona Dieng Culture Festival Tradisi, Alam dan Keunikan

Pesona Dieng Culture Festival : Tradisi, Alam dan Keunikan

31/07/2025
Air Terjun Lapopu Sumba Barat

Menyusuri Keindahan Air Terjun Lapopu di Sumba Barat NTT

30/07/2025
Pantai Ratenggaro Sumba NTT

Keindahan Pantai Ratenggaro Sumba dan Jejak Adat Megalitikum

24/07/2025
Tournesia Blog – Menuangkan Pengalaman Kedalam Tulisan

TOURNESIA adalah Tour Travel yang memberikan layanan paket wisata keluarga, study tour, family gathering, outing kantor (meeting sambil rekreasi), dan open trip

Follow Us

HUBUNGI KAMI

  • Jl. Anggrek Raya, Perum Pabuaran Indah Blok A.1 No:3, Cibinong – Bogor – Indonesia. 16816
  • 0811-805-304
  • 0811-805-304
  • [email protected]

MENU

  • Paket Wisata
  • Open Trip
  • Booking
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Blog

DOWNLOAD

  • download android
  • download ios
  • Blog
  • Home
  • Kebijakan Privasi
  • Kontak Kami
  • Periklanan
  • Tentang Kami

© 2024 Tournesia

No Result
View All Result
  • Home
  • Index
  • Berita
  • Wisata
  • Kuliner
  • Penginapan
  • Layanan
    • Paket Wisata
    • Open Trip

© 2024 Tournesia

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In