Open Trip Suku Baduy adalah konsep perjalanan wisata kolektif yang memungkinkan peserta dari berbagai latar belakang untuk berwisata bersama menuju kawasan adat Suku Baduy dengan biaya yang lebih terjangkau. Sistem open trip ini bersifat terbuka, sehingga tidak membutuhkan minimal peserta dari satu grup, dan cocok diikuti oleh solo traveler, pasangan, hingga komunitas kecil. Format perjalanan ini sangat digemari karena fleksibel dan praktis, tanpa harus menyusun itinerary atau logistik perjalanan secara mandiri.
Trip ini didesain khusus untuk menjangkau lokasi pedalaman di Kabupaten Lebak, Banten, tempat komunitas adat Kanekes tinggal. Dalam open trip ini, Nesian Trippers tidak hanya diajak untuk sekadar jalan-jalan atau menikmati keindahan alam, tetapi juga benar-benar masuk ke dalam lingkungan hidup warga lokal. Peserta trip akan hidup berdampingan bersama warga Baduy Luar, berjalan kaki menapaki jalur alami dan aliran sungai, bermalam di rumah adat yang tidak menggunakan listrik, serta menyaksikan secara langsung kehidupan masyarakat tradisional yang masih lestari dan minim sentuhan teknologi modern.
Salah satu keunggulan dari open trip ini adalah efisiensi dalam waktu dan biaya. Segala sesuatu, mulai dari transportasi, konsumsi, akomodasi, hingga pemandu lokal, telah tersedia dalam satu paket perjalanan. Nesian Trippers hanya perlu mendaftar, membayar biaya paket, lalu mengikuti petunjuk dari koordinator trip. Semua peserta juga mendapat briefing sebelum keberangkatan agar perjalanan berlangsung nyaman dan tetap menghormati adat setempat.
Melalui Open Trip Suku Baduy, setiap perjalanan berubah menjadi kesempatan untuk memperluas wawasan, mengenal nilai-nilai budaya lokal, dan menyegarkan kembali cara pandang terhadap hidup. Ini bukan sekadar agenda liburan, melainkan sebuah eksplorasi budaya yang menyentuh sisi batin dan membuka wawasan lebih dalam.
Apa Itu Suku Baduy?

Suku Baduy adalah komunitas adat yang mendiami wilayah pegunungan Kendeng di Kabupaten Lebak Banten. Mereka merupakan bagian dari masyarakat Kanekes yang dikenal sangat teguh memegang adat istiadat leluhur. Suku ini mempraktikkan sistem kepercayaan yang disebut Sunda Wiwitan, suatu ajaran spiritual yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Tidak seperti kelompok etnis lain yang sudah banyak tersentuh modernisasi, Suku Baduy tetap mempertahankan gaya hidup yang sederhana dan mandiri tanpa bergantung pada teknologi atau fasilitas modern.
Masyarakat Baduy memiliki sistem sosial yang terbagi menjadi dua golongan utama, yakni kelompok Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Dalam hidup dalam isolasi adat yang sangat ketat—tanpa listrik, kendaraan, atau bahkan sabun kimia—sementara Baduy Luar sedikit lebih terbuka terhadap kunjungan luar dan menjadi titik awal banyak perjalanan dalam program Open Trip Baduy. Walaupun berbeda tingkat keterbukaan, kedua kelompok ini tetap menjunjung tinggi nilai spiritual dan adat warisan leluhur.
Mereka hidup dari hasil pertanian, terutama padi ladang, dengan metode tanam tradisional tanpa alat modern. Rumah-rumah mereka dibangun tanpa paku, menggunakan bambu dan ijuk sebagai bahan utama. Kehidupan mereka berjalan tenang, penuh keteraturan, dan nyaris tanpa konflik sosial. Filosofi hidup mereka yang menjauhi kerakusan dan lebih dekat pada alam telah menginspirasi banyak pengunjung.
Melalui Open Trip Baduy, Nesian Trippers berkesempatan melihat langsung bagaimana prinsip-prinsip adat dan keselarasan hidup ini dijalankan setiap hari. Ini bukan hanya tentang mengenal suku asli, melainkan juga menyelami cara hidup yang menawarkan sudut pandang baru tentang kebahagiaan dan kebersahajaan di tengah dunia yang serba cepat dan kompleks.
Fasilitas yang Didapat dalam Open Trip Suku Baduy

Saat Nesian Trippers mengikuti Open Trip Suku Baduy, berbagai fasilitas telah disiapkan untuk menunjang kenyamanan dan kelancaran perjalanan, tanpa menghilangkan esensi keaslian budaya yang akan dijelajahi. Fasilitas ini dirancang menyeluruh, sehingga peserta bisa fokus menikmati pengalaman dan memahami kearifan lokal yang unik, tanpa direpotkan oleh urusan teknis atau logistik.
Dalam paket perjalanan, biasanya sudah termasuk moda transportasi dari titik kumpul utama seperti Jakarta menuju Rangkasbitung, kemudian dilanjutkan ke Desa Ciboleger yang menjadi akses utama ke wilayah Baduy. Selanjutnya, perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki ke pemukiman adat, dan selama proses ini, peserta akan didampingi oleh pemandu profesional yang berpengalaman serta memiliki pemahaman mendalam tentang kebudayaan Baduy.
Dari sisi konsumsi, peserta akan mendapatkan dua kali makan selama trip berlangsung. Menu yang disajikan umumnya berbasis makanan lokal dan dimasak langsung oleh warga, sehingga memberi pengalaman kuliner khas pedesaan.
Untuk penginapan, peserta biasanya menginap di rumah warga Baduy Dalam dengan fasilitas sederhana namun nyaman. Tidur menggunakan alas tikar yang disediakan, serta mandi di sungai atau pancuran tradisional yang bersumber dari mata air alami.
Tambahan lainnya termasuk briefing pra-keberangkatan, tiket masuk Baduy, sesi edukasi budaya oleh tokoh masyarakat, hingga dokumentasi foto yang diambil oleh tim atau peserta. Fasilitas-fasilitas ini menjadikan Open Trip Suku Baduy tidak hanya terorganisir, tetapi juga sarat nilai edukatif dan kultural.
Rute Perjalanan Menuju Kampung Baduy

Jalur menuju permukiman Baduy dalam program open trip ini menjadi bagian menarik yang memperkaya nuansa petualangan dan rasa keaslian di sepanjang perjalanannya. Perjalanan dimulai dari kota besar seperti Jakarta, di mana para peserta berkumpul di titik meeting point yang telah ditentukan, yaitu di Stasiun Tanah Abang. Dari sana, rombongan akan menaiki KRL Commuter Line menuju Stasiun Rangkasbitung, yang merupakan pintu masuk ke wilayah Kabupaten Lebak.
Setibanya di Rangkasbitung, perjalanan dilanjutkan dengan transportasi darat seperti angkutan sewaan atau mobil elf menuju Desa Ciboleger. Desa ini merupakan gerbang utama ke wilayah permukiman adat Suku Baduy dan menjadi titik awal bagi seluruh kegiatan jalan kaki ke dalam kampung. Ciboleger juga merupakan tempat terakhir yang memiliki fasilitas umum seperti toilet permanen, warung kecil, dan sinyal telepon.
Dari Desa Ciboleger, perjalanan kaki dimulai dengan menyusuri jalan setapak, jembatan bambu, hutan kecil, hingga menyusuri bukit dan sawah. Dalam rute ini, peserta akan melewati beberapa kampung Baduy Luar seperti Kadu Ketug dan Gajeboh sebelum akhirnya sampai ke area peristirahatan atau penginapan.
Bagi Nesian Trippers yang memiliki stamina lebih dan izin khusus dari tetua adat, perjalanan dapat dilanjutkan menuju Baduy Dalam seperti Kampung Cibeo. Namun, rute ini lebih menantang dan memerlukan waktu tempuh hingga 5–6 jam berjalan kaki. Selama perjalanan, peserta juga akan menemui sungai-sungai jernih, jembatan gantung tradisional, dan ladang milik warga setempat. Semua pengalaman ini menjadikan rute menuju Kampung Baduy sebagai bagian penting dari daya tarik Open Trip Suku Baduy.
Waktu Terbaik Mengikuti Open Trip Suku Baduy

Menentukan waktu yang tepat untuk mengikuti Open Trip Suku Baduy sangat penting agar perjalanan dapat dinikmati secara maksimal tanpa terkendala cuaca atau agenda adat yang tidak dapat diakses oleh wisatawan. Waktu terbaik untuk menjelajah wilayah Baduy adalah saat musim kemarau, yang berlangsung antara bulan April hingga Oktober. Pada periode ini, jalur tracking yang didominasi tanah dan bebatuan akan lebih kering, sehingga meminimalisir risiko terpeleset atau terhambat oleh lumpur.
Selain itu, cuaca yang cenderung cerah akan memudahkan peserta untuk menjelajahi alam terbuka, seperti sawah, hutan, dan sungai yang menjadi bagian dari rute perjalanan. Udara di kawasan Baduy, meskipun berada di dataran rendah, cenderung sejuk karena banyak ditumbuhi pepohonan rindang dan masih minim polusi. Ini membuat aktivitas berjalan kaki yang cukup panjang menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.
Namun, Nesian Trippers juga perlu memperhatikan agenda adat masyarakat Baduy, seperti tradisi Kawalu yang biasanya berlangsung antara bulan Januari hingga Maret. Pada momen ini, sebagian kampung dapat ditutup sementara untuk kunjungan wisata karena warga sedang melakukan prosesi spiritual dan pengabdian kepada adat setempat. Disarankan untuk menghindari bulan-bulan tersebut jika ingin bebas menjelajah kampung adat.
Sementara itu, bulan November hingga Maret adalah musim hujan, di mana jalur pendakian menjadi lebih licin dan curah hujan tinggi bisa mengganggu kenyamanan perjalanan. Meski demikian, beberapa peserta tetap memilih bulan-bulan tersebut untuk merasakan nuansa alam yang lebih segar. Kuncinya adalah kesiapan fisik dan perlengkapan. Karena itu, memilih momen yang pas untuk berangkat sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kesan mendalam dalam pengalaman menjelajahi kawasan Baduy.
Tips Penting Sebelum Mengikuti Trip

Agar pengalaman mengikuti Open Trip Suku Baduy berjalan lancar dan berkesan, ada sejumlah tips penting yang sebaiknya diperhatikan oleh Nesian Trippers sebelum berangkat. Mengingat lokasi yang akan dijelajahi adalah kawasan adat yang menjunjung tinggi nilai tradisi, diperlukan persiapan yang tidak hanya bersifat teknis tetapi juga menyangkut etika dan sikap selama di lokasi.
Yang tak kalah penting, Nesian Trippers wajib mempersiapkan alas kaki yang nyaman, kokoh, dan cocok untuk medan perjalanan kaki menengah hingga jauh. Gunakan sepatu hiking atau sandal gunung berkualitas agar tetap aman melewati jalur berbatu, sungai kecil, maupun tanjakan. Selain itu, bawalah pakaian ganti secukupnya, lebih disarankan berbahan ringan dan menyerap keringat, mengingat medan yang dilalui cukup menguras tenaga.
Kedua, hindari membawa barang elektronik berlebihan, terutama saat berencana masuk ke wilayah Baduy Dalam. Di kawasan ini, penggunaan gawai seperti kamera, handphone, dan speaker dilarang keras. Hormatilah aturan tersebut agar perjalanan tidak melanggar norma adat yang berlaku.
Ketiga, bawalah botol minum isi ulang dan perlengkapan pribadi seperti obat-obatan pribadi, senter, serta kantong plastik untuk menjaga kebersihan selama di perjalanan. Gunakan sabun atau pasta gigi ramah lingkungan jika benar-benar diperlukan, karena aktivitas mandi dan mencuci dilakukan di aliran sungai alami yang juga digunakan oleh warga.
Terakhir, siapkan mental dan niat positif untuk belajar serta menghormati kehidupan masyarakat adat. Jangan membandingkan gaya hidup modern dengan kehidupan Baduy, karena setiap budaya memiliki nilai dan konteks masing-masing. Dengan persiapan yang matang, Open Trip Suku Baduy akan menjadi pengalaman yang tidak hanya menyenangkan tapi juga membuka wawasan hidup yang lebih luas.
Keunikan yang Akan Ditemui Selama Open Trip Suku Baduy

Bergabung dalam Open Trip Suku Baduy bukan sekadar berlibur, tapi menjadi proses menyelami kearifan lokal yang kaya nilai serta memperluas pemahaman budaya. Sepanjang perjalanan menuju kampung Baduy, Nesian Trippers akan dihadapkan pada berbagai keunikan yang tidak bisa ditemukan di destinasi lain. Salah satu yang paling mencolok adalah cara hidup masyarakat Baduy yang sangat konsisten dalam menjaga tradisi leluhur tanpa terpengaruh modernisasi.
Selama eksplorasi berlangsung, Nesian Trippers akan bertemu langsung dengan dua komunitas utama : kelompok Baduy Luar dan Baduy Dalam. Keduanya memiliki aturan hidup yang sangat berbeda. Baduy Luar cenderung lebih terbuka terhadap pengunjung dan sedikit adaptif terhadap dunia luar, sementara Baduy Dalam menjalani kehidupan yang benar-benar terisolasi dari pengaruh teknologi dan perkembangan zaman. Uniknya, batas antara dua wilayah ini tidak ditandai dengan pagar atau dinding, melainkan dengan peraturan adat yang tidak tertulis namun ditaati secara turun-temurun.
Selain itu, rumah-rumah tradisional Baduy yang semuanya terbuat dari bambu, ijuk, dan kayu tanpa satu pun paku atau logam, menjadi simbol keselarasan antara manusia dan alam. Pola arsitektur tersebut tidak hanya estetis, tetapi juga sarat filosofi tentang kesederhanaan dan keberlanjutan.
Interaksi sosial masyarakat Baduy juga sangat menarik. Warga Baduy dikenal sangat ramah, bersahaja, dan memegang teguh prinsip gotong royong dalam kehidupan sehari-hari mereka. Bahkan saat Nesian Trippers menyapa atau berbincang, akan terasa adanya sikap tenang dan penuh hormat, mencerminkan nilai-nilai spiritual dalam keseharian mereka.
Salah satu ciri khas paling mencolok adalah larangan mendokumentasikan momen ketika sudah memasuki area Baduy Dalam. Hal ini menjadi momen reflektif, mengajak setiap peserta Open Trip Baduy untuk benar-benar hadir dan terhubung secara langsung tanpa perantara teknologi.
Durasi dan Biaya Open Trip Suku Baduy

Program Open Trip Suku Baduy umumnya dirancang dengan durasi standar dua hari satu malam. Pada hari keberangkatan, peserta biasanya berkumpul pagi-pagi di titik : Stasiun Tanah Abang, Stasiun Rangkasbitung, atau Terminal Ciboleger. Rombongan akan melanjutkan perjalanan ke Ciboleger menggunakan kendaraan darat, sebelum memulai trekking sepanjang 4–6 jam menuju Baduy Dalam. Sesi trekking mencakup berbagai pengalaman, seperti menyusuri sungai, menembus hutan, dan melewati kampung-kampung Baduy Luar. Malam harinya, peserta menginap di rumah warga Baduy Luar atau, dalam beberapa paket, di Baduy Dalam, dan menikmati makan malam serta diskusi budaya sambil mengenali ritme kehidupan masyarakat adat.
Hari kedua dimulai dengan sarapan pagi di wilayah adat, dilanjutkan trekking kembali ke Ciboleger atau titik alternatif seperti Cijahe. Perjalanan biasanya berakhir pada sore hari di Stasiun Rangkasbitung atau Stasiun Tanah Abang, menjadikan total durasi trip sekitar 36 jam. Durasi ini dirancang agar cukup intensif untuk menyerap budaya dan alam sekaligus tetap memadai untuk pemulihan energi.
Berdasarkan informasi dari Tournesia, biaya partisipasi untuk program ini berbeda tergantung dari lokasi keberangkatan. Untuk peserta yang memulai dari Jakarta atau Rangkasbitung, tarifnya adalah Rp 260.000 per orang, sedangkan bagi yang bergabung langsung dari Terminal Ciboleger tarifnya lebih rendah, yaitu Rp 200.000 per orang tournesia.com. Harga tersebut sudah mencakup transportasi lokal pulang–pergi dari Rangkasbitung ke Ciboleger, penginapan di wilayah adat, dua kali makan, tour leader, tour guide, dan biaya perizinan masuk kawasan adat Baduy. Namun, biaya belum termasuk tiket KRL Commuter Line (sekitar Rp 20.000 PP), trekking pole atau porter opsional.
Dengan jadwal yang efisien dan harga bersahabat, Open Trip Suku Baduy menjadi pilihan ideal bagi Nesian Trippers yang ingin menikmati budaya lokal secara langsung tanpa harus merogoh kocek dalam atau meluangkan waktu panjang. Paket ini dirancang ramah anggaran sekaligus bermakna, cocok untuk traveler mandiri maupun kelompok yang mencari pengalaman otentik di dalam negeri.
Apakah Aman untuk Solo Traveler?

Pertanyaan tentang keamanan menjadi perhatian utama bagi banyak wisatawan, terutama mereka yang berencana melakukan perjalanan sendiri. Kabar baiknya, Open Trip Suku Baduy sangat ramah bagi para solo backpacker ke Baduy. Dengan format perjalanan yang sudah terorganisir, seluruh itinerary, transportasi, penginapan, hingga konsumsi telah disiapkan secara kolektif oleh penyelenggara trip. Hal ini secara langsung mengurangi risiko kesalahan rute, tersesat, atau kesulitan logistik lainnya yang biasa menghantui solo traveler pemula. Selain itu, adanya tour leader dan tour guide berpengalaman membuat perjalanan lebih nyaman dan terarah, bahkan untuk yang pertama kali melakukan trip ke kawasan adat terpencil.
Salah satu keunggulan mengikuti open trip dibandingkan perjalanan mandiri adalah rasa kebersamaan yang otomatis terbentuk selama perjalanan. Solo traveler tidak akan merasa sendiri karena dalam satu rombongan biasanya terdapat banyak peserta lain yang juga datang sendiri. Aktivitas seperti berjalan bersama, makan bareng di rumah warga, hingga berbincang santai di bawah atap ijuk rumah Baduy menciptakan suasana keakraban baru. Bahkan tak jarang peserta solo trip justru menemukan teman baru atau bahkan sahabat selama open trip berlangsung.
Dari sisi keamanan di lokasi, wilayah Baduy, baik Luar maupun Dalam, dikenal sebagai kawasan yang sangat aman dan tertib. Masyarakat adat sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika, sehingga sangat jarang terjadi tindakan kriminal atau gangguan terhadap wisatawan. Mereka juga sangat menghargai tamu yang datang, selama wisatawan mengikuti aturan adat yang berlaku.
Secara keseluruhan, Open Trip Suku Baduy bukan hanya aman bagi solo traveler, tetapi juga memberikan ruang interaksi sosial yang positif, pengalaman budaya yang dalam, serta jaminan logistik yang membuat perjalanan lebih tenang dan nyaman. Jadi bagi Nesian Trippers yang ingin berpetualang sendiri, trip ini adalah pilihan yang ideal dan bersahabat.
Pengalaman Spiritualitas dan Refleksi Diri

Salah satu kesan paling mendalam dari perjalanan ini adalah rasa spiritual yang begitu kuat dan menyentuh batin. Bukan dalam bentuk ritual formal, melainkan lewat atmosfer kesederhanaan dan keterhubungan manusia dengan alam yang begitu kental terasa di wilayah Baduy. Saat kaki mulai menapak di tanah Baduy, perlahan akan muncul kesadaran bahwa ini bukan sekadar tempat wisata, melainkan ruang kontemplasi yang sunyi dan menenangkan.
Ketiadaan sinyal ponsel dan sambungan internet menjadi pintu awal untuk melepaskan ketergantungan pada dunia luar. Banyak peserta trip yang awalnya merasa canggung tanpa gadget, namun justru menemukan ketenangan batin setelah beberapa jam berada di tengah hutan, perbukitan, dan rumah-rumah adat yang sunyi. Suasana alami yang masih sangat asri, jalan setapak di antara sawah dan sungai, serta suara alam yang konstan mengalun, menjadi “terapi alami” bagi jiwa yang penat oleh rutinitas kota.
Interaksi dengan masyarakat Baduy yang menjunjung tinggi nilai kesederhanaan dan kejujuran juga menambah nilai reflektif dalam perjalanan. Banyak peserta yang mengaku mulai mempertanyakan ulang gaya hidup modern mereka, serta merenungkan apa makna ‘cukup’ dalam hidup. Sambil duduk di bale-bale bambu, menyeruput kopi hitam buatan warga, dan melihat anak-anak Baduy bermain riang tanpa gadget, kesadaran akan pentingnya kembali ke nilai-nilai dasar kehidupan pun tumbuh.
Trip ini bukan hanya tentang mengejar pemandangan, tapi tentang memahami kembali diri sendiri dalam sunyi. Oleh karena itu, banyak peserta merasa bahwa perjalanan ini membawa efek jangka panjang dalam cara pandang mereka terhadap hidup, lingkungan, dan relasi sosial.
Apakah Harus Menginap?

Pertanyaan apakah Nesian Trippers harus menginap saat mengikuti Open Trip Suku Baduy adalah hal yang sering ditanyakan, terutama oleh wisatawan yang belum pernah berkunjung ke kawasan adat ini. Jawabannya : sangat disarankan untuk menginap, bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman mengenal Baduy secara lebih dalam. Menginap bukan sekadar soal istirahat, tetapi juga menyerap atmosfer kehidupan masyarakat Baduy yang sederhana, damai, dan sangat terhubung dengan alam.
Penginapan dalam trip ini biasanya berupa rumah-rumah tradisional Baduy Luar atau Baduy Dalam yang dibuka untuk tamu. Fasilitasnya memang sangat sederhana—tanpa listrik, tanpa gadget, dan tanpa koneksi internet. Tapi di situlah letak kekuatannya. Nesian Trippers akan belajar bagaimana hidup minimalis, makan bersama tuan rumah, berbagi cerita di bawah cahaya lampu minyak, dan mendengar suara alam yang menggantikan deru kendaraan kota.
Waktu malam juga jadi kesempatan langka untuk menyaksikan langsung kegiatan warga saat mereka menenun, memasak, atau berkumpul bersama keluarga. Jika beruntung, Nesian Trippers bisa diajak mengikuti aktivitas khas seperti memasak beras ladang, menganyam bambu, atau mendengarkan cerita rakyat Baduy yang diwariskan turun-temurun. Semua ini sulit ditemukan jika hanya berkunjung secara singkat tanpa bermalam.
Dengan menginap, wisatawan juga dapat lebih siap untuk perjalanan pulang keesokan harinya karena tubuh sudah beristirahat cukup setelah trekking. Terlebih lagi, pengalaman menginap di tengah alam dan budaya tradisional ini memberikan refleksi pribadi yang mendalam. Jadi, menginap bukan hanya soal kebutuhan fisik, tetapi bagian dari transformasi perjalanan budaya yang utuh di Tanah Baduy.
Dokumentasi dan Konten Digital

Bagi banyak peserta, dokumentasi selama mengikuti Open Trip Suku Baduy menjadi hal yang tak kalah penting dari pengalaman wisatanya itu sendiri. Keunikan budaya, pemandangan alam, serta momen kebersamaan dengan sesama peserta adalah bahan konten yang sangat berharga untuk dibagikan di media sosial. Namun, penting untuk dipahami bahwa dokumentasi dalam bentuk foto atau video sangat dibatasi, khususnya di wilayah Baduy Dalam yang menerapkan larangan penggunaan perangkat elektronik demi menjaga ketenangan adat setempat.
Karena itu, sangat disarankan bagi peserta untuk mengambil gambar sebanyak-banyaknya ketika masih berada di kawasan Baduy Luar atau di sepanjang jalur trekking sebelum memasuki zona terbatas. Di titik-titik ini, pemandangan khas pedesaan, rumah-rumah panggung dari anyaman bambu, serta aktivitas warga lokal bisa menjadi objek foto dan video yang autentik. Jika menggunakan kamera digital atau ponsel, pastikan baterai penuh, dan sebaiknya bawa juga powerbank untuk cadangan, karena sumber listrik di area perkampungan terbatas.
Bagi yang aktif membuat konten di media sosial seperti Instagram, TikTok, atau YouTube, trip ini juga bisa menjadi sumber materi menarik yang mencerminkan pengalaman slow-living dan budaya lokal yang otentik. Pemandu dari Tournesia akan membantu mendokumentasikan momen-momen kebersamaan seperti sesi perjalanan lintas sungai hingga saat tiba di pemukiman Baduy Luar.
Meskipun ada keterbatasan dalam hal digitalisasi, justru itulah yang menjadi daya tarik tersendiri. Pengalaman ini memaksa Nesian Trippers untuk lebih hadir secara utuh, menikmati perjalanan secara nyata, dan merekam momen bukan hanya lewat kamera, tapi juga dalam ingatan dan hati.