Syarat Masuk Baduy Dalam menjadi salah satu informasi yang paling banyak dicari oleh para wisatawan dan penjelajah budaya yang tertarik dengan keaslian adat Suku Baduy. Terutama bagi Nesian Trippers yang ingin mengunjungi kawasan adat tertutup ini, pemahaman yang tepat mengenai aturan dan tata cara masuk menjadi hal yang sangat penting agar tidak menyalahi adat istiadat masyarakat Baduy Dalam yang sangat dijaga.
Syarat Masuk Baduy Dalam : Kawasan Adat Yang Dijaga Ketat
Baduy Dalam adalah bagian terdalam dari komunitas adat Suku Baduy yang mendiami wilayah pegunungan di Kabupaten Lebak Banten, Provinsi Banten. Secara administratif, wilayah ini berada dalam kawasan Desa Kanekes. Komunitas Suku Baduy terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam, di mana kelompok terakhir dikenal sangat menjaga kemurnian adat istiadat dan menjalani kehidupan tanpa campur tangan dunia luar.
Warga Baduy Dalam tinggal di tiga kampung utama yaitu Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ketiga kampung ini memiliki peraturan adat yang sangat ketat, terutama terhadap aktivitas masyarakat modern dan wisatawan. Mereka menjalani hidup secara mandiri, bergantung pada alam, serta tidak menggunakan teknologi apa pun, termasuk listrik, alat transportasi bermotor, hingga peralatan rumah tangga modern.
Kawasan ini bukan sekadar wilayah permukiman, tetapi merupakan cerminan dari filosofi hidup yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Setiap aktivitas yang dilakukan warga Baduy Dalam, dari bertani, membangun rumah, hingga berpakaian, selalu mengacu pada aturan adat yang disebut “Pikukuh Karuhun”. Mereka meyakini bahwa pelestarian alam hanya dapat terjadi apabila manusia menjalani hidup dalam keselarasan, tanpa mengeksploitasi lingkungan.
Pengunjung yang hendak memasuki Baduy Dalam akan merasakan perubahan suasana secara drastis. Dari wilayah Baduy Luar yang mulai bersentuhan dengan peradaban modern, Nesian Trippers akan memasuki kawasan hutan, melewati jalan setapak yang menanjak, dan menembus area tanpa jaringan komunikasi. Batas wilayah Baduy Dalam tidak ditandai oleh plang atau pagar, melainkan melalui batas adat yang hanya dikenal oleh warga lokal.
Menjadi bagian dari kunjungan ke Baduy Dalam berarti Nesian Trippers akan masuk ke dalam lingkungan yang masih sangat perawan. Bahkan keberadaan tamu pun dianggap sebagai sesuatu yang harus benar-benar diperhitungkan agar tidak mengganggu keseimbangan hidup masyarakat setempat. Oleh karena itu, segala bentuk kunjungan harus disertai pemahaman utuh terhadap tata krama, struktur sosial, dan nilai-nilai spiritual masyarakat adat Baduy Dalam.
Kedekatan mereka dengan alam tidak hanya tampak dari cara hidup yang sederhana, tetapi juga dari ritual dan sistem pertanian mereka yang tidak merusak lingkungan. Mereka tidak mengenal sistem pertanian dengan pestisida atau pupuk kimia. Semua dilakukan secara alami. Bahkan dalam satu tahun, mereka memiliki masa larangan membuka ladang baru yang disebut “Pare Gede” sebagai bentuk perenungan terhadap siklus kehidupan.
Dengan seluruh nilai yang dijunjung tinggi tersebut, Baduy Dalam kini bukan hanya menjadi simbol resistensi terhadap modernisasi, tetapi juga menjadi objek pelestarian budaya yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, setiap langkah dan keputusan untuk mengunjungi wilayah ini harus dilakukan dengan niat yang tulus serta kesadaran tinggi untuk menghormati semua batasan yang ditetapkan oleh masyarakat adat setempat.
Perizinan dan Izin Khusus dari Tokoh Adat
Hal pertama yang wajib Nesian Trippers pahami sebelum memasuki Baduy Dalam adalah pentingnya memperoleh izin resmi dari tokoh adat setempat. Kawasan Baduy Dalam bukanlah tempat wisata biasa yang bisa dikunjungi begitu saja. Masyarakat adat di sana memiliki struktur sosial yang ketat, dan segala sesuatu yang menyangkut interaksi dengan dunia luar harus mendapatkan restu dari para pemimpin adat. Proses mendapatkan izin bukan hanya formalitas, melainkan bentuk penghormatan terhadap kedaulatan adat yang telah dijaga ratusan tahun.
Biasanya, pengajuan izin dilakukan secara lisan melalui pendekatan adat yang dijembatani oleh warga Baduy Luar atau pemandu lokal yang telah dipercaya oleh masyarakat Baduy Dalam. Mereka bertindak sebagai penghubung antara dunia luar dan struktur adat yang bersifat tertutup. Komunikasi dilakukan secara sopan dan dengan penuh etika, termasuk menyampaikan maksud kunjungan, durasi tinggal, jumlah orang yang akan masuk, hingga tujuan kunjungan seperti studi, penelitian, atau sekadar perjalanan budaya.
Izin ini juga tidak serta merta diberikan kepada semua orang. Ada pertimbangan khusus dari tokoh adat yang sangat bergantung pada waktu, kesucian hari adat, kondisi internal masyarakat, serta kesiapan wilayah untuk menerima tamu. Bahkan dalam beberapa waktu tertentu seperti saat upacara adat besar atau masa bertani yang sakral, pengunjung bisa saja ditolak meski sudah mengajukan izin jauh-jauh hari.
Tokoh adat memiliki hak penuh untuk menolak atau menerima kedatangan pengunjung, berdasarkan waktu, kondisi, atau alasan-alasan adat tertentu. Oleh karena itu, disarankan agar Nesian Trippers menghormati setiap keputusan yang diambil tokoh adat, karena mereka adalah pemegang otoritas tertinggi di wilayah Baduy Dalam.
Untuk itu, sangat dianjurkan agar Nesian Trippers memanfaatkan jalur yang sudah terpercaya, misalnya melalui Open Trip Baduy yang memiliki relasi erat dengan masyarakat adat dan mengetahui prosedur yang benar dalam mengurus izin masuk. Dengan mengikuti prosedur ini, kunjungan bukan hanya menjadi lebih lancar, tetapi juga menunjukkan kesungguhan dan rasa hormat terhadap adat istiadat yang berlaku.
Tokoh adat memiliki hak penuh untuk menolak atau menerima kedatangan pengunjung, berdasarkan waktu, kondisi, atau alasan-alasan adat tertentu. Oleh karena itu, disarankan agar Nesian Trippers menghormati setiap keputusan yang diambil tokoh adat, karena mereka adalah pemegang otoritas tertinggi di wilayah Baduy Dalam.
Pendampingan Oleh Warga Baduy Luar
Salah satu syarat masuk Baduy Dalam lainnya yang harus dipenuhi oleh Nesian Trippers sebelum memasuki wilayah Baduy Dalam adalah keharusan didampingi oleh warga Baduy Luar atau pemandu lokal yang sudah akrab dan memiliki hubungan baik dengan masyarakat adat setempat. Pendampingan ini bukan sekadar untuk menunjukkan arah atau menjadi pemandu perjalanan, melainkan memiliki fungsi yang sangat penting secara adat, sosial, dan budaya.
Warga Baduy Luar berperan sebagai mediator budaya antara pengunjung dan warga Baduy Dalam. Mereka adalah figur yang memahami aturan adat dan norma sosial yang berlaku di dalam komunitas, serta mampu mengedukasi pengunjung agar tidak melakukan tindakan yang bisa dianggap menyinggung atau melanggar tata tertib adat. Dalam banyak kasus, warga Baduy Luar inilah yang memberikan arahan teknis—seperti kapan harus berhenti, bagaimana cara menyapa, di mana boleh beristirahat, hingga larangan tidak tertulis yang tidak semua orang luar ketahui.
Tanpa pendampingan, kunjungan ke Baduy Dalam hampir mustahil dilakukan. Masyarakat Baduy Dalam sangat tertutup terhadap interaksi langsung dengan orang asing tanpa pengantar. Bahkan kehadiran pengunjung tanpa pendamping bisa dianggap sebagai pelanggaran berat dan bisa mengganggu keseimbangan spiritual dan sosial komunitas.
Pendampingan ini juga sekaligus menjadi bentuk perlindungan bagi Nesian Trippers sendiri. Mengingat medan yang dilalui menuju Baduy Dalam bukanlah jalur biasa, melainkan melewati hutan, perbukitan, dan jalan setapak yang tidak selalu jelas rutenya, keberadaan pendamping yang berpengalaman menjadi faktor penting untuk keselamatan dan kenyamanan selama perjalanan.
Biasanya, perjalanan ke Baduy Dalam dimulai dari Terminal Ciboleger, sebuah terminal kecil yang menjadi pintu gerbang utama menuju wilayah adat Baduy. Lokasi ini dapat dijangkau dengan mudah dari Rangkasbitung, ibu kota Kabupaten Lebak Banten, menggunakan angkutan umum atau mobil sewaan. Bagi Nesian Trippers yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya, perjalanan dapat dimulai dari Stasiun Tanah Abang, kemudian naik KRL menuju Stasiun Rangkasbitung, dan dilanjutkan perjalanan darat menuju Ciboleger.
Dengan didampingi oleh warga Baduy Luar, perjalanan ke Baduy Dalam akan lebih bermakna dan aman. Pendamping bukan hanya penunjuk jalan, tetapi juga penjaga keharmonisan antara pengunjung dan nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh masyarakat adat. Oleh sebab itu, Nesian Trippers tidak hanya harus menyiapkan fisik, tetapi juga sikap hormat dan niat tulus untuk belajar dari masyarakat adat yang hidup dalam kesederhanaan dan kedalaman spiritual.
Larangan Membawa Barang Elektronik dan Modern
Saat masuk Baduy Dalam, Nesian Trippers harus siap melepaskan sementara semua barang yang mengandung unsur teknologi modern. Ini termasuk handphone, kamera digital, drone, jam pintar, alat perekam suara, power bank, serta berbagai perangkat elektronik lainnya yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Larangan ini bukan sekadar anjuran, tetapi merupakan peraturan adat yang wajib ditaati demi menjaga keaslian, kesucian, dan ketenangan hidup masyarakat Baduy Dalam.
Warga Baduy Dalam memegang teguh prinsip hidup tanpa ketergantungan pada teknologi, sebagai bentuk pelestarian warisan leluhur yang murni. Kehadiran perangkat modern dianggap sebagai bentuk gangguan terhadap keselarasan hidup mereka. Barang-barang tersebut tidak hanya membawa potensi gangguan secara visual dan auditif, tetapi juga bisa menciptakan jarak sosial dan mengganggu spiritualitas warga lokal yang menjunjung tinggi kesederhanaan dan ketenangan batin.
Dalam pandangan adat, suara notifikasi dari handphone, kilatan lampu kamera, atau aktivitas dokumentasi dengan alat modern dapat mencemari aura dan kekhusyukan kawasan adat. Bahkan, membuka gadget sekilas saja bisa membuat warga merasa tidak nyaman. Karena itulah, masyarakat adat sangat tegas dalam menetapkan larangan membawa atau menggunakan perangkat teknologi di dalam wilayah Baduy Dalam.
Sebagai alternatif, Nesian Trippers disarankan untuk meninggalkan perangkat tersebut di rumah singgah atau menitipkannya pada warga Baduy Luar sebelum memasuki kawasan terdalam. Ini juga akan membantu menciptakan pengalaman yang lebih otentik dan mendalam, di mana Nesian Trippers bisa benar-benar hadir secara utuh tanpa distraksi dari dunia luar. Dalam keheningan dan kesunyian itulah, kedalaman filosofi hidup masyarakat Baduy akan terasa lebih menyentuh dan bermakna.
Selain peralatan elektronik, barang-barang modern lainnya seperti kosmetik mencolok, perlengkapan mandi dengan aroma menyengat, serta pakaian yang terlalu trendi atau tidak sopan juga sebaiknya dihindari. Baduy Dalam menjunjung tinggi kesederhanaan dan harmoni dalam berpakaian. Oleh sebab itu, Nesian Trippers diharapkan mengenakan pakaian yang sopan, longgar, tidak transparan, serta berwarna kalem seperti putih, coklat, atau biru tua. Warna-warna cerah dan motif mencolok dianggap tidak selaras dengan nilai-nilai lokal.
Dengan mematuhi larangan membawa barang elektronik dan modern, Nesian Trippers tidak hanya menunjukkan rasa hormat terhadap adat istiadat, tetapi juga berkesempatan untuk merasakan cara hidup yang benar-benar berbeda. Ini adalah momen langka untuk melepaskan diri dari kebisingan digital dan meresapi kesunyian yang penuh makna di tengah komunitas adat yang mempertahankan warisan leluhurnya dengan teguh.
Selain itu, pakaian yang dikenakan juga harus sopan. Hindari pakaian terbuka, mencolok, atau menggunakan aksesoris berlebihan. Pakaian netral, sederhana, dan tidak berwarna cerah sangat dianjurkan untuk menghormati kebersahajaan hidup masyarakat adat.
Etika dan Perilaku Selama Berada di Baduy Dalam
Menjaga sikap adalah hal penting ketika berinteraksi dengan masyarakat. Nesian Trippers harus menghindari berbicara keras dan tertawa terbahak-bahak. Jangan pula menyentuh benda-benda adat atau masuk ke rumah penduduk tanpa izin. Jika ingin mengambil air, buang sampah, atau sekadar bertanya, mintalah izin terlebih dahulu.
Etika selama berada di wilayah Baduy Dalam tidak ditulis dalam papan peringatan atau pamflet seperti di tempat wisata modern. Semua bersifat lisan dan mengalir dalam praktik keseharian masyarakat. Oleh karena itu, pengunjung diharapkan memiliki kepekaan sosial dan empati yang tinggi selama kunjungan. Menghormati warga lokal dapat dimulai dari hal sederhana seperti menyapa dengan senyum sopan, berbicara dengan intonasi lembut, dan tidak melakukan tindakan yang bisa dianggap merendahkan adat, baik secara sengaja maupun tidak disengaja.
Selain itu, Nesian Trippers juga harus menjaga jarak dalam hal interaksi fisik. Hindari bersalaman jika tidak diawali oleh warga terlebih dahulu, karena beberapa tokoh adat memegang prinsip untuk tidak bersentuhan langsung dengan orang luar demi menjaga kemurnian energi spiritual. Duduk dengan sopan di lantai, tidak melangkahi orang, dan tidak sembarangan menaruh barang di tempat yang dianggap sakral seperti bale adat juga menjadi bentuk etika penting yang harus diperhatikan.
Sopan santun menjadi syarat masuk Baduy Dalam dan tidak tertulis yang harus dipatuhi. Selain itu, Nesian Trippers juga sebaiknya mempelajari beberapa kalimat bahasa Sunda halus untuk sekadar menyapa warga sebagai bentuk penghormatan. Misalnya mengucapkan “punten” saat ingin melewati orang, atau “hatur nuhun” sebagai ucapan terima kasih. Bahasa adalah pintu pertama untuk membuka hati masyarakat lokal.
Jangan pernah memaksa warga untuk diajak bicara, difoto, atau menjawab pertanyaan. Biarkan semuanya mengalir secara alami. Semakin Nesian Trippers menghargai ruang pribadi dan adat masyarakat, semakin terbuka pula kemungkinan untuk mendapatkan interaksi yang hangat dan berkesan.
Etika lain yang tidak kalah penting adalah menjaga kebersihan selama berada di lingkungan adat. Tidak membuang sampah sembarangan, tidak merusak tanaman atau fasilitas alami, dan tidak membawa benda asing yang bisa mencemari lingkungan merupakan bentuk nyata kepedulian terhadap alam dan adat Baduy Dalam. Ingat, setiap tindakan kecil membawa konsekuensi sosial dan spiritual di komunitas yang sangat menjaga keselarasan hidup ini.
Tidak Diizinkan Menginap Sembarangan
Tidak semua area di Baduy Dalam bisa dijadikan tempat menginap. Biasanya, pengunjung akan diinapkan di rumah keluarga yang telah bersedia menjadi tuan rumah. Tempat ini telah disetujui oleh tokoh adat sebelumnya. Nesian Trippers harus siap dengan fasilitas yang sangat sederhana, tanpa kasur empuk, kipas angin, atau air panas. Namun justru dari kesederhanaan ini, Nesian Trippers bisa memahami filosofi hidup masyarakat Baduy.
Aturan menginap ini bukan tanpa alasan. Masyarakat Baduy Dalam sangat menjaga privasi, ketenangan, dan keteraturan hidup mereka. Hanya rumah-rumah tertentu yang secara khusus ditunjuk oleh tokoh adat untuk menerima tamu, dan penunjukan ini dilakukan dengan pertimbangan mendalam, baik dari sisi kesiapan keluarga, lokasi rumah, hingga kelayakan secara spiritual. Tidak semua warga bersedia atau diperbolehkan menjadi tuan rumah, karena tanggung jawabnya besar, termasuk memastikan tamu mematuhi seluruh aturan adat.
Selain itu, menginap di rumah warga bukanlah sekadar tempat bermalam, tetapi juga bentuk interaksi budaya yang sangat mendalam. Selama menginap, Nesian Trippers akan ikut menjalani pola hidup masyarakat, mulai dari cara makan, mandi, hingga beristirahat tanpa cahaya listrik. Ini adalah momen terbaik untuk menyatu dengan nilai-nilai hidup masyarakat adat yang menolak modernisasi demi menjaga keharmonisan dengan alam dan leluhur.
Pengunjung juga harus menjaga etika selama bermalam. Tidak boleh bersikap gaduh, menggunakan peralatan elektronik secara diam-diam, atau mengambil foto dalam rumah adat. Semua kegiatan selama bermalam harus dilakukan dengan penuh kesopanan dan rasa hormat terhadap penghuni rumah dan komunitas sekitarnya.
Untuk kenyamanan dan kepastian, sangat disarankan memesan paket kunjungan melalui yang sudah berpengalaman dan memahami semua protokol adat. Dengan mengikuti jalur resmi, Nesian Trippers tidak hanya mendapatkan tempat menginap yang aman dan sesuai adat, tetapi juga mendapat pendampingan dalam menjalani seluruh rangkaian kunjungan dengan benar dan bijak.
Menginap di Baduy Dalam adalah pengalaman spiritual dan kultural yang tidak bisa disamakan dengan wisata biasa. Kesempatan ini adalah momen langka untuk mendekatkan diri pada kearifan lokal yang sudah ratusan tahun bertahan, sekaligus menjadi ajang refleksi diri dalam suasana yang benar-benar hening dan alami.
Larangan Dokumentasi : Kamera dan Perekaman Dilarang
Meski pemandangan dan suasana di Baduy Dalam sangat indah dan eksotis, Nesian Trippers harus menahan diri untuk tidak mengambil foto atau merekam video. Semua bentuk dokumentasi modern tidak diperbolehkan. Larangan ini berlaku sejak memasuki gerbang kawasan Baduy Dalam dan bersifat mutlak, tanpa pengecualian apa pun.
Larangan ini bukan sekadar untuk menjaga ketenangan, tetapi merupakan perwujudan dari prinsip adat yang sangat menjunjung tinggi kesucian ruang hidup. Masyarakat Baduy Dalam meyakini bahwa pengambilan gambar atau video dapat mengganggu energi spiritual tempat tersebut, serta mengubah cara pandang masyarakat luar terhadap mereka secara tidak proporsional. Dokumentasi visual dianggap bisa mengobjektifikasi kehidupan mereka, padahal kehidupan di Baduy Dalam dijalani berdasarkan rasa, bukan sekadar rupa.
Bagi masyarakat adat, kamera dan alat perekam bukan hanya benda mati, tetapi simbol dari dunia luar yang cenderung mencuri, mengarsipkan, dan menyebar luaskan sesuatu yang seharusnya sakral. Keberadaan teknologi ini dikhawatirkan bisa merusak tatanan nilai, bahkan memunculkan eksploitasi budaya secara tidak sadar. Banyak contoh kasus di luar wilayah adat yang memperlihatkan bagaimana dokumentasi digunakan tanpa izin dan kemudian menjadi konsumsi publik secara sembarangan.
Sebagai bentuk alternatif, Nesian Trippers disarankan untuk mengekspresikan pengalaman melalui cara-cara yang lebih personal dan tidak mengganggu, seperti menulis jurnal, menggambar sketsa, atau sekadar menyimpan momen dalam ingatan. Hal ini tidak hanya menjaga kesakralan budaya setempat, tetapi juga memperkuat hubungan emosional yang lebih dalam dengan pengalaman yang dijalani.
Penggunaan kamera tersembunyi, action cam, atau alat perekam suara pun tetap dianggap pelanggaran berat. Jika ketahuan, bukan hanya pengunjung yang akan diminta kembali, tetapi pendamping atau warga yang menjadi penanggung jawab juga bisa dikenai sanksi adat. Oleh karena itu, setiap pengunjung wajib menjalankan tanggung jawab moral dan etika selama kunjungan.
Larangan dokumentasi ini menjadi bukti betapa seriusnya masyarakat Baduy Dalam menjaga batas antara dunia mereka dan dunia luar. Di saat dunia modern berlomba-lomba untuk mendokumentasikan segalanya, masyarakat adat justru menunjukkan bahwa keindahan sejati bisa lebih bermakna jika disimpan dengan rasa hormat dan kesadaran penuh.
Membawa Oleh-Oleh Untuk Tuan Rumah
Meski tidak diwajibkan, membawa oleh-oleh sederhana untuk tuan rumah di Baduy Dalam bisa menjadi bentuk penghormatan dan rasa terima kasih atas keramahan yang diberikan. Tradisi ini mencerminkan budaya bertamu yang sopan dan penuh nilai. Namun tentu saja, pemberian oleh-oleh ini tidak boleh sembarangan. Nesian Trippers perlu memahami dengan baik nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat adat agar tidak menimbulkan kesan yang salah atau bahkan dianggap tidak sopan.
Jenis oleh-oleh yang disarankan adalah barang kebutuhan sehari-hari yang tidak bertentangan dengan prinsip hidup masyarakat Baduy Dalam. Misalnya seperti gula aren, beras organik, garam, minyak kelapa murni, atau bahkan hasil bumi dari tempat asal pengunjung yang masih alami dan tidak diproses secara industri. Hindari membawa makanan dalam kemasan modern, instan, atau berlabel mencolok, karena hal ini bisa bertentangan dengan gaya hidup mereka yang sederhana dan menjauh dari produk komersial.
Selain itu, bentuk oleh-oleh juga sebaiknya tidak terlalu mencolok secara visual. Barang-barang berwarna terang, mengilap, atau berkemasan plastik mencolok tidak hanya dianggap tidak sesuai secara estetika, tetapi juga bisa memberikan kesan mencolok yang tidak diinginkan. Ingat bahwa masyarakat Baduy Dalam sangat menjunjung tinggi prinsip kesederhanaan dan keseimbangan, sehingga pemberian dari luar harus mencerminkan nilai-nilai tersebut.
Memberi oleh-oleh bukan hanya soal benda yang diberikan, tetapi juga tentang cara menyampaikannya. Nesian Trippers disarankan untuk menyerahkan langsung dengan penuh rasa hormat, tidak berlebihan dalam mengungkapkan atau menampilkan apa yang dibawa. Sebaiknya, tanyakan kepada pendamping atau warga Baduy Luar apakah pemberian tersebut layak dan sesuai. Dalam banyak kasus, warga lokal juga bisa membantu menyampaikan maksud baik dari pemberian tersebut kepada tuan rumah secara lebih santun dan sesuai adat.
Pemberian oleh-oleh yang bijak dan tepat sasaran dapat mempererat hubungan antara tamu dan tuan rumah. Tidak jarang, hal ini juga membuka ruang dialog yang lebih personal dan hangat, serta memperdalam pemahaman Nesian Trippers terhadap budaya lokal. Namun tetap ingat, niat baik harus diiringi dengan pemahaman dan empati agar tidak menimbulkan interpretasi yang keliru.
Membawa oleh-oleh adalah cara sederhana namun bermakna untuk menunjukkan bahwa Nesian Trippers datang bukan hanya untuk melihat-lihat, tetapi juga membawa rasa hormat dan apresiasi yang tulus. Budaya saling memberi yang dilakukan dengan tulus akan menciptakan kenangan yang indah dan memperkaya pengalaman spiritual selama berada di Baduy Dalam.
Bertamu ke Baduy Dalam lebih dari sekadar kunjungan biasa. Ini adalah perjalanan budaya yang menuntut kesadaran, empati, dan rasa hormat tinggi terhadap nilai-nilai lokal. Dengan memahami dan mematuhi semua syarat masuk Baduy Dalam, Nesian Trippers bisa mendapatkan pengalaman yang tak hanya mengesankan, tetapi juga penuh makna.